Pembagian (Pembabakan) dan Corak Kehidupan Masyarakat Zaman Pra-aksara di Indonesia

Berikut ini adalah pembahasan tentang zaman pra akasara yang meliputi pembabakan zaman praaksara, pembagian zaman praaksara, peninggalan masa praaksara, kehidupan pada masa praaksara, kehidupan manusia praaksara, kehidupan masyarakat praaksara, aktivitas pertanian pada masa praaksara, corak kehidupan masyarakat praaksara, kehidupan manusia pada zaman pra aksara, bahasa dalam komunikasi pada masa praaksara, berakhirnya zaman praaksara, manusia pada zaman pra aksara, kebudayaan zaman pra aksara, kehidupan manusia pada masa pra aksara, foto manusia praaksara, upaya memenuhi kebutuhan pokok pada masa pra aksara, bahasa komunikasi pada masa praaksara.

Corak Kehidupan Masyarakat Masa PraAksara

Zaman pra aksara dibagi menjadi beberapa masa, sebagai berikut;

1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Pada masa ini, manusia tinggal di alam terbuka seperti di hutan, di tepi sungai, di gua, di gunung, atau di lembah-lembah. Tempat tinggal mereka belum menetap, masih berpindah-pindah atau nomaden mengikuti alam yang dapat menyediakan makanan terutama binatang buruan.

Apabila binatang buruan dan bahan makanan sudah habis, mereka akan mencari dan pindah ke tempat yang lebih subur. Inti dari kehidupan sehari-hari masyarakat ini adalah mengumpulkan bahan makanan dari alam untuk dikonsumsi saat itu juga. Kegiatan semacam ini disebut dengan Food Gathering atau pengumpul makanan tahap awal.

Masyarakat pengumpul makanan telah mengenal kehidupan berkelompok kecil, hal ini karena kehidupannya nomaden. Hubungan antara kelompok sangat erat karena mereka harus bekerja bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompoknya dari serangan kelompok lain atau serangan binatang-binatang buas.

Meskipun dalam kehidupan yang masih sangat sederhana, mereka telah mengenal adanya pembagian tugas kerja, di mana kaum laki-laki biasanya tugasnya adalah berburu, kaum perempuan tugasnya adalah memelihara anak serta mengumpulkan buah-buahan dari hutan. Masing-masing kelompok memiliki pemimpin yang ditaati dan dihormati oleh anggota kelompoknya.

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan sudah terlihat adanya tanda-tanda kehidupan sosial dalam suatu kelompok masyarakat walaupun tingkatannya masih sangat sederhana. Kesederhanaan kehidupan sosial tersebut terlihat dari ketidaktahuan masyarakat dalam menyimpan sisa makanan, tidak mengenal tata cara perkawinan, tidak melakukan penguburan terhadap mayat karena belum mengenal kepercayaan.

Hal ini dapat dibuktikan melalui alat-alat kehidupan yang dihasilkan pada zaman batu tua. Alat komunikasi yang sangat dimungkinkan adalah bahasa isyarat karena bahasa isyarat adalah bahasa yang diperlukan pada saat berburu.

Perubahan kehidupan yang terjadi secara lambat sangat dimungkinkan karena dilihat dari bentuk adaptasinya masih berdasarkan berburu dan mengumpulkan makanan, walaupun sudah memasuki tingkat lanjut atau disebut dengan Food gathering tingkat lanjut.

Kehidupan Food gathering tingkat lanjut terjadi pada saat berlangsungnya zaman Mesolithikum ditandai dengan kehidupan sebagian masyarakatnya bermukim dan berladang.

Tempat mukimnya adalah gua-gua di pedalaman atau tepi-tepi pantai.Dengan kehidupan menetap tersebut, maka terjadilah pertumbuhan dalam kehidupan yang lain, yaitu mereka sudah tahu menyimpan sisa makanan, mengenal tata cara penguburan mayat, mengenal api, mengenal kepercayaan, dan bahkan mengenal kesenian.

Bukti adanya pengenalan terhadap kepercayaan dan kesenian, yaitu ditemukan lukisan cap tangan yang diberi warna merah dan lukisan babi hutan yang terdapat pada dinding gua Abris Sous Roche, seperti yang ditemukan di Seram dan di Irian Jaya dan gua Leang- Leang Sulawesi Selatan.

Lukisan pada dinding gua zaman Mesolithikum banyak dihubungkan dengan keagamaan karena lukisannya banyak menggunakan warna merah. Warna merah dianggap memiliki kekuatan magis.

Lukisan cap tangan dianggap memiliki makna tanda berkabung dari seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, karena pada umumnya jari manis pada lukisan tangan tersebut dipotong.

2. Masa Bercocok Tanam

Sistem bercocok tanam dikenal dengan sistem persawahan. Dalam sistem ini digunakan lahan yang terbatas dan kesuburan tanahnya dapat dijaga melalui pengolahan tanah, irigasi, dan pemupukan. Hal ini mengakibatkan masyarakat tidak lagi berpindah-pindah tempat dan selalu berusaha untuk menghasilkan makanan atau dikenal dengan istilah Food Producing.

Kemampuan Food Producing membawa perubahan yang besar, dalam arti membawa akibat yang mendalam dan meluas bagi seluruh kehidupan masyarakat pada masa tersebut, karena masyarakat yang sudah menetap, maka akan tercipta kehidupan yang teratur.

Kehidupan masyarakat yang teratur berarti kehidupan masyarakatnya terorganisasi dengan rapi dan bahkan membentuk semacam desa. Masyarakat tersebut sudah memilih pemimpinnya dengan cara musyawarah sesuai dengan prinsip primus inter pares.

Pemilihan pemimpin yang berdasarkan prinsip primus inter pares menandakan bahwa pemimpin tersebut dipilih di antara mereka yang memiliki kelebihan, baik fisik maupun keahliannya.

Muncul pula sistem perekonomian dalam kehidupan masyarakat. Hal ini karena dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup, dikenal sistem pertukaran barang dengan barang (barter).

Kemajuan yang dicapai oleh masyarakat pada masa bercocok tanam dapat dilihat dari alat-alat kehidupannya yang dibuat oleh masyarakat tersebut. Alat-alat kehidupannya sudah dibuat halus sempurna serta mempunyai nilai seni, bahkan fungsi beraneka ragam.

Alat-alat kehidupan yang dibuat pada masa ini ada yang digunakan sebagai alat upacara keagamaan yang didasarkan atas kepercayaan yang berkembang, yaitu Animisme dan dinamisme.

Animisme adalah kepercayaan terhadap roh dan dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda yang memiliki kekuatan gaib. Dasar dari kepercayaan aninisme dan dinamisme terlihat adanya tradisi Megalith.

Tradisi Megalithikum muncul pada masa Neolithikum dan berkembang pesat pada zaman perundagian, dan ditandai adanya bangunan-bangunan besar untuk pemujaan.

3. Masa Perundagian

Masa ini sangat penting artinya dalam perkembangan sejarah Indonesia karena pada masa ini sudah terjadi hubungan dengan daerah-daerah di sekitar kepulauan Indonesia.

Peninggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya, berbagai bentuk benda seni, peralatan hidup dan upacara yang menunjukkan kehidupan masyarakat masa itu sudah memiliki selera yang tinggi.

Hidup masyarakat teratur dan makmur. Kemakmuran masyarakat dapat diketahui melalui perkembangan teknik pertama dengan mengembangkan pertanian yang intensif dan sebagai akibatnya sektor pertanian mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini berdampak pada kemajuan perekonomian, yang ditandai dengan berkembangnya perdagangan dan pelayaran.

Belajar dari kehidupan manusia pada zaman prasejarah, maka terdapat nilai-nilai budaya sebagai peninggalan yang dapat kita maknai. Adapun nilai-nilai tersebut sebagai berikut:

a. Nilai Gotong Royong

Manusia prasejarah hidup secara berkelompok, bekerja untuk kepentingan bersama, membangun rumah juga dilakukan secara bersama. Hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya bangunan-bangunan megalith yang dapat dipastikan dibangun secara gotong royong.

b. Nilai Keadilan

Nilai keadilan sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat prasejarah sejak masa berburu, yaitu adanya pembagian tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Tugas antara kaum laki-laki berbeda dengan kaum perempuan.

Sikap keadilan ini berkembang pada masa perundagian. Dari nilai tersebut, mencerminkan sikap yang adil karena setiap orang akan memperoleh hak dan kewajiban yang berimbang dengan keahliannya.

c. Nilai Musyawarah

Nilai musyawarah sudah dikembangkan oleh masyarakat prasejarah dalam interaksi bermasyarakatnya seperti dalam pemilihan pemimpin usaha pertanian dan perburuan. Hal tersebut menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya prinsip hidup demokrasi.

d. Nilai Religius

Nilai religius mencerminkan adanya kepercayaan terhadap sesuatu yang berkuasa atas mereka. Dalam hal ini mereka berusaha membatasi perilakunya. Sikap yang perlu diwariskan adalah sikap penghormatan kepada yang lain, mengatur perilaku agar tidak semaunya dan penghormatan serta pemujaan sebagai dasar keagamaan.

0 Response to "Pembagian (Pembabakan) dan Corak Kehidupan Masyarakat Zaman Pra-aksara di Indonesia"

Post a Comment